Batuk Si Kecil yang tidak “Kecil”
Si kecil batuk? Tidak selalu berarti ia sakit, lho! Tapi, jangan lantas mengabaikan suara “uhuk-uhuknya”.
Umumnya, batuk adalah gejala adanya gangguan pada saluran pernapasan. Namun, pada bayi dan anak-anak, seringkali “uhuk-uhuknya” hanyalah suatu bentuk refleks yang dilakukan tubuhnya untuk menjaga kesehatan dan fungsi kerja organ. Batuk membantu membersihkan jalan atau saluran udara di tenggorokan dan dadanya!
Diakui oleh Dr. Jeff Mjaanes , dokter spesialis anak dari Chicago’s Rush University Medical Center, Amerika Serikat, memang cukup sulit bagi orang tua untuk menentukan apakah batuk si kecil hanya merupakan refleks tubuh atau benar-benar gejala suatu penyakit.
Itu sebabnya, dr. Mardjanis Said, Sp.AK, Sub Bagian Pulmonologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, mengatakan, “Orang tua sebaiknya tetap waspada terhadap batuk si kecil. Sebab, bayi dan balita biasanya peka terhadap pengaruh lingkungan, misalnya zat-zat atau bahan kimia, serta berbagai jenis kuman. Kalau tubuhnya sangat peka atau hipersensitif, zat atau bahan kimia dapat bersifat alergen, yakni merangsang timbulnya alergi.”
Kenali dulu jenisnya
Berdasarkan penyebabnya, dr. Mardjanis membedakan batuk menjadi 2 kelompok, yakni:
* Batuk alergi
Salah satu alergen untuk saluran napas disebut inhalan, karena zat-zat yang beterbangan di lingkungan terhirup oleh tubuh. Inhalan yang paling banyak menimbulkan alergi adalah debu rumah, yang biasanya mengandung tungau (sejenis kutu kecil) debu rumah, partikel dari asap rokok, serpihan kulit binatang, serbuk sari tumbuhan, dan zat-zat kimia yang disemprotkan (obat nyamuk, minyak wangi, dan hairspray ). Namun, alergen juga dapat berupa makanan, misalnya makanan ringan yang mengandung zat pewarna atau zat pengawet.
Jika anak kebetulan alergi dan mengisap inhalan, maka selaput lendir pada saluran pernapasannya akan terangsang untuk menghasilkan lendir lebih banyak dari biasanya. Akibatnya? Terjadi pembengkakan (edema) . Ujung-ujung saraf dalam selaput lendir menjadi terangsang, dan batuklah ia.
Nah, bila pembengkakan terjadi pada saluran pernapasan atas, yaitu di hidung, maka hidung akan tersumbat dan si kecil pun pilek. Biasanya, sih, disertai juga bersin-bersin. Sebaliknya, jika pembengkakan pada saluran pernapasan bawah, yaitu saluran di paru-paru secara menyeluruh, maka terjadi penyempitan saluran pernapasan. Akibatnya, anak uhuk-uhuk, sesak, dan napasnya berbunyi (mengi) alias asma.
* Batuk non-alergi
Batuk jenis ini disebabkan infeksi kuman, terutama jenis virus dan bakteri. Proses pembengkakannya hampir sama dengan batuk alergi. Begitu kuman penyakit masuk, selaput lendir pada saluran pernapasan membengkak dan rusak. Akibatnya, produksi lendir berlebihan, hidung tersumbat, dan muncullah batuk.
Batuk non-alergi biasanya disertai demam dan gejala lainnya. Jenis bakteri yang sering jadi “biang keladi” infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPA) adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Tidak jarang, batuk yang bersifat kronis dikarenakan jenis bakteri penyebab penyakit tuberkulosis (TBC).
Apa selalu perlu obat?
Menurut dr. Mardjanis, “Batuk alergi dapat hilang secara spontan, asal alergen penyebabnya tidak ada atau dihilangkan. Namun, anak akan tetap sensitif terhadap alergen itu! Jika suatu saat terpapar atau mengonsumsi makanan atau minuman yang bersifat alergen lagi, bisa saja batuknya kumat.”
Dia menambahkan, “Selama batuk alergi yang diderita tidak mengganggu aktivitasnya, sebenarnya anak tidak perlu minum obat.” Kalau batuknya sudah sangat mengganggu, misalnya menyebabkan sesak napas, barulah ia perlu diberi obat. “Konsultasi dengan dokter adalah jalan terbaik,” katanya lagi.
Bagaimana dengan batuk non-alergi? “Pengobatan harus sesuai penyebabnya. Jika batuknya karena bakteri, obat yang diberikan biasanya antibiotika. Bagaimana kalau batuknya akibat virus? Hingga kini belum ada pengobatan yang benar-benar mempan. Untungnya, jenis-jenis virus yang sering menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan atas, kebanyakan bukan dari jenis yang bersifat ganas. Anak dapat sembuh dengan sendirinya,” sambungnya.
Apa lagi? Demam yang biasa menyertai batuk non-alergi biasanya akan turun setelah 2-3 hari. Begitu pula batuk dan pileknya. Namun, jika kondisinya tidak juga membaik setelah 2-3 hari atau malah makin parah, segera bawa si kecil ke dokter.
Mudah dicegah
Sebenarnya, pencegahan batuk alergi mudah saja. Caranya? Kenali dulu jenis alergennya. Lalu, hindarkan anak terpapar atau melakukan kontak dengan alergen tersebut.
Masalahnya, alergen pemicu batuk anak bisa lebih dari satu macam alias multialergen. Meski begitu, salah satu jenis alergen yang paling sering menjadi “biang keladi” batuk jenis ini adalah debu rumah. Itu sebabnya, jagalah kebersihan, baik kebersihan tubuh maupun lingkungan. Apa untungnya? Hipersensitivitas kecil dapat berkurang secara bertahap, atau bahkan hilang sama sekali sejalan dengan bertambahnya usia anak.
Cuma itu? Tentu tidak! “Kebiasaan berpola hidup bersih dan sehat dalam keluarga secara otomatis akan memperkecil serangan kuman penyakit penyebab batuk non-alergi, dan juga kuman-kuman penyakit lainnya,” tutur dr. Mardjanis.
Sri Lestariningsih
Label:
Kesehatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar