SERING kali merengek dianggap adalah prilaku yang lazim pada anak balita. Tidak jarang orangtua merasa terganggu dengan rengekan tersebut. Bagaimana cara menghentikannya?
Merengek biasanya dilakukan anak dengan mengeluarkan suara-suara khas dengan nada lebih tinggi dari berbicara normal. Merengek pada anak-anak biasanya menunjukkan ketidakberdayaan, sambil menyebutkan keinginan demi meraih perhatian orang. Anak usia 2-3 tahun cenderung lebih sering merengek.
Terkadang untuk alasan yang tidak dapat dipahami. Psikoterapis anak Janet Morrison mengatakan, kebiasaan merengek lebih banyak dilakukan anak ketika mereka merasa putus asa dengan kemampuan dirinya.
"Ada periode tertentu dalam perkembangan, anak lebih banyak merengek ketika merasa kewalahan. Terutama saat dia merasa tidak bisa melakukan dengan baik serta saat merasa gagal atau kecewa," ujar Janet. Jika anak yang mengharapkan semua hal berjalan lancar, lebih sering berteriak.
Sementara, anak yang merasa dikalahkan atau kewalahan akan cenderung merengek. Umumnya, orangtua memberi respons negatif ketika anak balitanya merengek. Dengan menunjukkan ekspresi kesal, jengkel dan marah, orangtua ingin memberi tahu bahwa mereka merasa terganggu, dan berharap anak berhenti merengek. Namun, apa yang orangtua lakukan justru mengakibatkan yang sebaliknya.
Penulis buku Who's In Charge Anyway? Kathy Lynn mengatakan bahwa alasan utama anak-anak merengek ialah karena cara tersebut berhasil. Rengekan akan segera menarik perhatian orangtua, diikuti respons.
"Rengekan ialah tingkah laku tipikal, terutama untuk anak-anak usia tiga tahun. Beberapa orangtua dari batita tersebut merasa bahwa anak-anak mereka merengek setiap hari," ujar Kathy. Memang sulit untuk orangtua mengabaikan suara rengekan anak. Terutama, suara tersebut sangat mengganggu. Dengan begitu, dapat memengaruhi bahasa tubuh orangtua yang mengirimkan respons berupa pesan secara tidak sadar kepada anak. "Hal ini biasanya tetap terjadi meskipun orangtua sudah berusaha untuk purapura tidak mendengar," sebut Kathy.
Dia menuturkan, segera ketika anak mengetahui bahwa rengekannya tidak membuahkan hasil, maka dia akan segera menghentikan rengekannya. Jika orangtua tidak tahan, segera tinggalkan ruangan untuk membuktikan bahwa rengekannya tidak berhasil. "Minta anak untuk mengulangi kalimatnya dengan bahasa yang benar, sebelum orangtua merespons. Membuat rengekannya menjadi masalah besar, justru akan mendorongnya untuk merengek lebih keras," katanya.
Penulis buku Behind the Playdough Curtain, Patti Wollman Greenberg mengatakan, rengekan akan membuahkan hasil, terutama bila orangtua menunjukkan bahwa mereka sangat terganggu karenanya. "Mengetahui orangtuanya terganggu, rengekan bisa dijadikan senjata utama dalam uji coba gudang senjata oleh anak usia empat tahun secara terus-menerus,"kata Patti.
Adapun rekan-penulis buku Positive Discipline for Pre-schoolers, Jane Nielsen mengatakan, anak-anak melakukan apa saja yang membuahkan hasil. "Anak yang suka merengek itu mencari respons. Respons apa saja. Dengan kata lain, kalau respons positif tidak didapat, respons negatif pun tidak masalah," katanya. (sindo//nsa)
0 komentar:
Posting Komentar