Keliru Cara Bicara, Si Balita Apriori & Mogok Omong
Si balita seringkali tak menuruti kata-kata Anda. Dalam hati Anda bertanya, apakah ia memang tak mau menurut atau tidak paham penjelasan yang Anda sampaikan?
Orang tua muda kerapkali tidak paham, mengapa si balita tampak tak paham diajak bicara atau diberi pengertian. Mungkin sekali, seperti yang ditengerai Hans Grothe , ahli perkembangan anak Jerman, cara bicara orang tua yang kelirulah penyebabnya.
Menurut kolumnis majalah Jerman Eltern ini, jika cara bicara yang keliru ini terus diterapkan, maka bisa timbul kesalahpahaman. Si kecil, bisa jadi, mogok bicara. Bahkan, dalam kasus ekstrem, anak terhambat perkembangan bicara dan kecerdasannya.
Beberapa kekeliruan klasik
Cobalah cermati beberapa cara bicara Anda pada anak. Grothe menemukan bahwa dengan mengubah cara bicara, anak lebih mudah diajak berkomunikasi dan diberi pengertian. Inilah cara-cara bicara yang harus Anda ubah:
* Formulasi kalimat terlalu rumit
Pernahkah Anda membuat si kecil bingung dengan ungkapan sebagai berikut? “Sudah, Kakak, jangan ganggu adik! Bunda akan lebih senang kalau Kakak berhenti mengganggu adik bayi! Nanti adik menangis kalau diganggu terus” Bukan hanya si tiga tahun Anda yang bingung, mungkin ayahnya pun akan bertanya heran kalau ia tak benar-benar menyimak perkataan Anda. Kira-kira dimanakah letak pesan inti dari kalimat panjang-lebar itu?
Anda cukup mengatakan, “Kakak, tolong berhenti mengganggu adik, ya!” Saat mengatakannya, cobalah Anda menatap mata anak dan mintalah ia memusatkan perhatian pada apa yang Anda katakan.
“Anak-anak lebih mudah memahami kalimat sederhana dan to the point . Kalimat yang terlalu bertele-tele dan panjang hanya membuat anak bingung dan tak tertarik menyimak celoteh Anda,” jelas Grothe.
* Informasi terlalu padat dan banyak
Kendala utama orang tua yang memiliki anak balita adalah waktu dan kesabaran. Segudang kesibukan dan ulah si kecil yang tak ada habisnya memang dua hal yang menimbulkan dilema bagi orang tua.
Ketika Anda hendak menyampaikan sebuah pesan penting, mungkin, saatnya tidak tepat. Sebagai contoh, Anda sedang bertamu ke rumah seorang kerabat yang suka mengoleksi berbagai wadah kristal. Lalu si balita berulah merebut perhatian orang-orang yang baru dijumpainya. Gregetan adalah reaksi hampir semua orang tua dengan balita seperti ini. Namun, tak mudah memberitahu anak agar berhenti berlari ke sana-sini dalam kalimat-kalimat yang singkat dan padat. Yang keluar dari mulut orang tua biasanya omelan yang tiada mengenal tanda “titik” atau “koma”.
Grothe mengakui berbicara pada anak balita tidak mudah. Meskipun demikian, jangan abaikan peristiwa semacam ini. Segeralah beritahu si empat – lima tahun sesampai di rumah, tentang pelanggaran yang dilakukannya, lalu diskusikan. Sampaikan padanya bahwa Anda tidak setuju dengan perilakunya disertai alasan yang jelas.
Beri anak kesempatan untuk membela diri, kemudian akhiri dengan kesepakatan. “Mas, lain kali kalau sulit diberitahu, Bunda memilih pergi sendiri. Mas, tunggu di rumah saja”.
Demikian pula dengan si tiga tahun, Anda harus kritis dan responsif. Seandainya Anda mencium gelagat ia semakin menjadi-jadi saat bertamu, segeralah mengajaknya bicara di sebuah sudut. Hanya berdua, empat mata. Ini penting dan tidak hanya berkaitan dengan kegiatan menyimak dan mematuhi. Cara seperti ini memperlihatkan, Anda menghormati harga dirinya. Dengan demikian, kemungkinan besar Anda juga akan memperoleh imbalan yang sama.
* Berbicara terlalu cepat dan tanpa intonasi
Kesalahan ketiga, orang tua sering berbicara terlalu cepat dan tanpa intonasi. Semua kata diberi intonasi tinggi, atau sebaliknya, sehingga balita bingung, apa pesan utama dari ucapan Anda. Jika pesan yang Anda sampaikan merupakan rangkaian kalimat yang sedikit panjang, cobalah selalu menempatkan sebuah penekan pada kata kunci atau yang Anda anggap penting.
Berbicara efektif pada balita sebaiknya perlahan, tegas dan berintonasi. Sebagai contoh Anda mengajak si balita mandi karena hari sudah sore. “Sudah sore, Kak, kita mandi, yuk!”. Penekanan pada kata “mandi” akan membuat balita lebih mudah menangkap pesan Anda. “Mandi, yuk! “Mandi…,” demikian biasanya jawaban si kecil terhadap kalimat yang memiliki penekanan pada kata “mandi”.
Tentu saja, si kecil belum memahami konsep waktu sehingga jika Anda mendesak dengan mengatakan, “Ayo sudah sore, nih!”, kemungkinan kecil memperoleh respons yang sama seperti pada contoh pertama.
* Terlalu sering mengulang kata dan kalimat perintah
Kesalahan keempat adalah kesalahan umum orang tua. Ketika waktu yang tersedia sangat singkat dan kesabaran habis, kalimat-kalimat perintah atau instruksi sering Anda ulang-ulang. “Aduh, Bunda sudah lima kali bilang ”jangan”!”. Menurut Grothe, saat orang tua mengatakan demikian, si kecil dapat saja menjahili, “Nah, kalau Bunda sudah melarang lima kali, saya juga bisa dong, melanggar enam atau tujuh kali”.
“Mengulang-ulang sebuah ujaran, apalagi instruksi dan larangan, akan sangat berbahaya, apabila orang tua tidak siap dengan sikap antisipatif menghadapi sikap atau perilaku yang bersifat menguji,” saran Grothe.
Cukup katakan satu kali, dengan tegas, singkat dan suara yang lembut, di situasi yang tepat yaitu saat si kecil siap menerima pesan dan Anda siap berargumen. Tak perlu menggelegar dan menimbulkan rasa takut. Jangan harap membuat si kecil paham dan menurut, dengan cara ini ia malah takut dan tak mengerti maksud Anda.
Saran agar memahami
Seandainya Anda ingin membuat si kecil menuruti dan memahami kata-kata Anda, sebaiknya Anda:
* Menyampaikan pesan dalam kalimat yang jelas dan sederhana.
* Menghindari penjelasan yang panjang dan berbelit-belit.
* Melakukan kontak mata saat menjelaskan pada anak. Sedapat mungkin lakukan pula kontak fisik. Misalnya, membelai dan mengusap.
* Menyampaikan pesan di situasi yang tepat, yaitu saat si kecil siap menerima penjelasan, dan Anda juga siap berargumen menyikapi perilaku si kecil yang menguji kesabaran Anda.
Komunikasi dan interaksi verbal merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak sehingga sangat perlu dilakukan. Berbicara, mendukung perkembangan balita, terutama aspek kognitifnya. Namun, orang tua juga perlu belajar melihat situasi dari sudut pandang anak.
Penting pula memperhatikan timing , kesempatan yang tepat, untuk mengatakan sesuatu. Hasilnya, tak hanya pesan yang sampai, Anda bisa hemat energi meski hidup bersama balita. Anak pun sangat suka mendengarkan jika orang tuanya berbicara.
Andi Maerzyda A. D. Th. (ayahbunda)
Label:
Bicara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar