Blog ini adalah Dofollow Blog , silahkan memberikan komentar dan tautan link namun mohon tidak untuk melakukan spam atau komentar yang tidak ada kaitannya dengan artikel yang ada. Terima Kasih

Memahami ketika anak "Kolokan"

Kadang sebel juga jika anak senantiasa ngikuti kemana kita pergi bahkan seringkali kolokan minta digendong sehingga kita menjadi repot mo ngapa-ngapin. Hari ini ia kolokan ama bapaknya , besok suka ibunya.... Bukan sebuah masalah sih tapi ketika menjadikan bapaknya terlambat ke kantor , membuat masakan jadi gosong atau ketika ada tamu semua jelas menjadi masalah.

Jika dikerasin dikit malah nangis bahkan malah menjadi-jadi terlebih kadang si anak ngambek dan mencoba memprovokasi “Ah, aku mau sama bapak saja. Aku sebal sama ibu,” . Gantian deh bapaknya yang direpotin. gelakguling

Memang sih anak-anak memiliki rasa suka yang tidak menetap. Selalu berpindah-pindah dari ayah ke ibu dan sebaliknya. Selalu berganti-ganti dan seringkali jika dia sedang senang terhadap sesuatu maka dia akan menjadikannya mainan baru yang senantiasa didekapnya dan tidak mau dilepaskan. Hal inilah yang membuat mereka kolokan... dan seringkali mereka akan emosi ketika keinginannya tidak terpenuhi atau mengalami benturan maka akan mengungkapkan kekesalan mereka padahal baikbapak atau ibu sama-sama disukai si kecil. Namun, ada masa ayah menjadi tokoh favorit, tetapi tak lama kemudian, ibulah pahlawan bagi anak.

Kolokan bisa jadi menjadi sebuah media bagi anak untuk lari dari sebuah kejenuhan oleh sebab itu orang tua harus pintar-pintar mengakali kegiatan sang anak agar tidak jenuh. Jika perlu buatkan jadwal kegiatan rutinitas sehari-hari dengan berbagai alternatifnya serta buatkan kegiatan -diluar kebiasaan- agar anak juga tidak mengalami kejenuhan dengan apa yang dia jalani sebagai rutinitas setiap harinya.

Yang perlu dipahami pula bahwa anak juga mempelajari mengenali diri dan mengembangkan ego. Dengan begitu, bersikap kolokan ataupun plinplan seringkali dilakukan sebagai salah satu cara untuk menyatakan ia punya kemauan. Ia ingin tahu bagaimana ia boleh melakukan sesuatu dan sejauh mana tidak boleh, serta mencari tahu yang paling diinginkannya. Jadi, Anda harap maklum!

Scheuerer-Englisch menyarankan orang tua bersikap tepat, proporsional dan tak menilai terlalu subyektif. Ketika malam ini ia lebih suka tidur ditemani pasangan Anda, jangan kecewa, apalagi cemburu bisa jadi esok pagi ia hanya ingin ditemani Anda pergi ke TK.

Selain itu, adakalanya, berpindah-pindahnya rasa suka dan kolokan si kecil dapat bermanfaat bagi Anda. Sebab, bisa jadi, saat Anda harus menyelesaikan sebuah tugas, bertepatan dengan keinginan anak untuk lebih dekat dengan pasangan Anda. Saat Anda sedang tidak melakukan sesuatu, bisa saja ia sedang ingin menghabiskan waktu dengan Anda.

Namun, kehebohan bisa saja terjadi. Ketika Anda sedang sibuk, si empat tahun justru minta Anda yang menemani. Di lain waktu, ia mengamuk karena menolak menghabiskan waktu bersama pasangan Anda. Tak perlu panik! Tenang dan beri kesempatan pada pasangan.

“Sayang, kamu sama ayah dulu, ya! Ibu selesaikan tugas satu ini. Hari ini giliran ayah menemani tidur. Bersama ayah asyik, lho. Dongengnya seru, diperagakan pula,” Anda dapat menghibur demikian. Tetapi ritual sebelum tidur seperti memeluk atau mengecupnya, jangan ditinggalkan.

Selain melakukan pembagian tugas yang adil dengan pasangan, Anda pun perlu membuat pembelaan ketika pasangan ditolak anak. Menjelek-jelekkan pasangan hanya membangun konflik loyalitas anak dengan ayah-ibu dan berakibat buruk pada bonding dan persepsi si kecil. Sebab, pada dasarnya, anak cinta kedua orang tuanya. Apa yang si kecil lakukan, sekadar menguji diri sendiri dan orang tuanya.


0 komentar: