SEMUA anak terlahir dengan ragam kecerdasan (multiple intelligence). Dalam masa pertumbuhan, lingkungan dan pola pendidikan menjadi faktor penting yang akan menonjolkan aspek kecerdasan tertentu.
Dr Howard Gardner, seorang peneliti dari Universitas Harvard, pernah mencetuskan teori kecerdasan multiple (multiple intelligence) yang populer di dunia pendidikan anak. Ketujuh aspek kecerdasan tersebut meliputi linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, antarpribadi, dan intrapribadi. Selanjutnya, sejumlah tokoh pendidik juga menambahkan aspek kecerdasan naturalis dan moral ke dalamnya.
Dari sembilan aspek kecerdasan tersebut, bisa jadi seorang anak unggul di satu jenis kecerdasan dan lemah dalam hal kecerdasan lain. Hal tersebut wajar mengingat setiap anak terlahir dengan membawa karakter masing-masing. Konon, setiap anak yang terlahir di dunia sebenarnya punya dasar kecerdasan multiple tadi. Selanjutnya, selama pertumbuhan akan terlihat sisi mana yang menguat atau menonjol dan bagian mana yang "biasa-biasa saja".
Inilah tugas orangtua untuk memahami potensi anak yang sekiranya bisa dikembangkan sejak dini. Anda tentu tak heran bila melihat balita bergoyang-goyang saat dia mendengarkan musik, minimal ia menggerak-gerakkan tangan atau mengangguk- anggukkan kepala. Atau, mungkin ia suka memukul-mukul tutup kaleng hingga membentuk irama yang masih tidak beraturan.
Hal kecil seperti itu sebaiknya jangan disepelekan, siapa tahu si kecil memang memiliki kecerdasan musik yang layak dikembangkan. Vitus, film besutan Fredi M Murer yang mengisahkan tentang bocah berbakat usia 11 tahun yang mampu bermain piano sekelas maestro pianist adalah contoh kisah yang layak ditonton.
Terkait kecerdasan musik, konon pada usia kehamilan 10 minggu, janin sudah bisa mendengar suara dari dalam rahim, seperti suara aliran darah dan denyut jantung ibunya. Menginjak usia 16 minggu, janin mulai bisa mendengar suara dari luar tubuh ibunya, tapi tidak terlalu jelas. Terus berkembang memasuki semester pertama, ia sudah bisa mendengar suara dengan jelas.
"Itulah sebabnya, penting bagi ibu hamil untuk memperdengarkan musik sejak awal masa kehamilannya," kata psikolog anak Unika Atma Jaya Jakarta Fabiola P Se tiawan MPsi.
Menurut J Mosel (1957), musik adalah seni yang mengekspresikan dan membangkitkan emosi tertentu melalui media suara dan bunyi. Musik karya Mozart terbilang populer dan dipercaya dapat meningkatkan kecerdasan anak. Musik Mozart sendiri terbagi dalam beberapa jenis, untuk ibu hamil sebaiknya dipilih lagu-lagu rileks yang dapat menurunkan ketegangan dan juga menstimulasi otak janin.
Sementara untuk bayi, untuk mengetahui apakah ia suka atau tidak dengan musik tertentu, orangtua bisa mengamati mimik mukanya. Kalau pada saat diperdengarkan musik si bayi diam saja berarti kemungkinan dia kurang menyukainya, tapi jika bayi langsung bereaksi atau gerakannya menjadi lebih aktif dan ceria, itu pertanda bahwa bayi tertarik dengan musik yang didengarnya.
Tentang jenis musik yang diperdengarkan, Febi menegaskan bahwa tidak ada batasan jenis musik tertentu karena anak-anak pun biasanya punya selera masing-masing. "Semua tergantung si anak dalam menghayati dan memaknai musik itu sendiri. Semua jenis musik, termasuk musik tradisional juga bisa mencerdaskan. Sejauh musik itu bisa dinikmati dan mengandung unsur-unsur seperti melodi, harmoni,dan warna nada yang kompleks," tuturnya.
Sementara itu, psikolog dari The Hartt School University of Hartford, John M Feierabend PhD, mengemukakan bahwa individu dengan musical intelligence yang tinggi menganggap musik sebagai ketenangan, merasa tersentuh lebih dalam ketika mendengar iramanya, dan memandang musik sebagai sebuah keindahan.
Jika selama ini penelitian tentang pengaruh musik banyak dilakukan terhadap anak usia 5 tahun, Feierabend memandangnya perlu untuk diterapkan pada anak-anak di bawah usia 5 tahun juga.
"Saraf otak anak mengalami perkembangan yang pesat pada usia 2 tahun, dan musik dapat menstimulasi perkembangan saraf pada tahun-tahun awal perkembangan otak mereka," ujarnya.
(sindo//tty)
Dr Howard Gardner, seorang peneliti dari Universitas Harvard, pernah mencetuskan teori kecerdasan multiple (multiple intelligence) yang populer di dunia pendidikan anak. Ketujuh aspek kecerdasan tersebut meliputi linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, antarpribadi, dan intrapribadi. Selanjutnya, sejumlah tokoh pendidik juga menambahkan aspek kecerdasan naturalis dan moral ke dalamnya.
Dari sembilan aspek kecerdasan tersebut, bisa jadi seorang anak unggul di satu jenis kecerdasan dan lemah dalam hal kecerdasan lain. Hal tersebut wajar mengingat setiap anak terlahir dengan membawa karakter masing-masing. Konon, setiap anak yang terlahir di dunia sebenarnya punya dasar kecerdasan multiple tadi. Selanjutnya, selama pertumbuhan akan terlihat sisi mana yang menguat atau menonjol dan bagian mana yang "biasa-biasa saja".
Inilah tugas orangtua untuk memahami potensi anak yang sekiranya bisa dikembangkan sejak dini. Anda tentu tak heran bila melihat balita bergoyang-goyang saat dia mendengarkan musik, minimal ia menggerak-gerakkan tangan atau mengangguk- anggukkan kepala. Atau, mungkin ia suka memukul-mukul tutup kaleng hingga membentuk irama yang masih tidak beraturan.
Hal kecil seperti itu sebaiknya jangan disepelekan, siapa tahu si kecil memang memiliki kecerdasan musik yang layak dikembangkan. Vitus, film besutan Fredi M Murer yang mengisahkan tentang bocah berbakat usia 11 tahun yang mampu bermain piano sekelas maestro pianist adalah contoh kisah yang layak ditonton.
Terkait kecerdasan musik, konon pada usia kehamilan 10 minggu, janin sudah bisa mendengar suara dari dalam rahim, seperti suara aliran darah dan denyut jantung ibunya. Menginjak usia 16 minggu, janin mulai bisa mendengar suara dari luar tubuh ibunya, tapi tidak terlalu jelas. Terus berkembang memasuki semester pertama, ia sudah bisa mendengar suara dengan jelas.
"Itulah sebabnya, penting bagi ibu hamil untuk memperdengarkan musik sejak awal masa kehamilannya," kata psikolog anak Unika Atma Jaya Jakarta Fabiola P Se tiawan MPsi.
Menurut J Mosel (1957), musik adalah seni yang mengekspresikan dan membangkitkan emosi tertentu melalui media suara dan bunyi. Musik karya Mozart terbilang populer dan dipercaya dapat meningkatkan kecerdasan anak. Musik Mozart sendiri terbagi dalam beberapa jenis, untuk ibu hamil sebaiknya dipilih lagu-lagu rileks yang dapat menurunkan ketegangan dan juga menstimulasi otak janin.
Sementara untuk bayi, untuk mengetahui apakah ia suka atau tidak dengan musik tertentu, orangtua bisa mengamati mimik mukanya. Kalau pada saat diperdengarkan musik si bayi diam saja berarti kemungkinan dia kurang menyukainya, tapi jika bayi langsung bereaksi atau gerakannya menjadi lebih aktif dan ceria, itu pertanda bahwa bayi tertarik dengan musik yang didengarnya.
Tentang jenis musik yang diperdengarkan, Febi menegaskan bahwa tidak ada batasan jenis musik tertentu karena anak-anak pun biasanya punya selera masing-masing. "Semua tergantung si anak dalam menghayati dan memaknai musik itu sendiri. Semua jenis musik, termasuk musik tradisional juga bisa mencerdaskan. Sejauh musik itu bisa dinikmati dan mengandung unsur-unsur seperti melodi, harmoni,dan warna nada yang kompleks," tuturnya.
Sementara itu, psikolog dari The Hartt School University of Hartford, John M Feierabend PhD, mengemukakan bahwa individu dengan musical intelligence yang tinggi menganggap musik sebagai ketenangan, merasa tersentuh lebih dalam ketika mendengar iramanya, dan memandang musik sebagai sebuah keindahan.
Jika selama ini penelitian tentang pengaruh musik banyak dilakukan terhadap anak usia 5 tahun, Feierabend memandangnya perlu untuk diterapkan pada anak-anak di bawah usia 5 tahun juga.
"Saraf otak anak mengalami perkembangan yang pesat pada usia 2 tahun, dan musik dapat menstimulasi perkembangan saraf pada tahun-tahun awal perkembangan otak mereka," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar