PERTENGKARAN anak adalah hal yang lumrah terjadi ketika mereka bersatu. Biasanya mereka bertengkar untuk merebutkan mainan atau berebut chanel Televisi bahkan karena saling mencemooh. Mengenai hal itu, psikolog Rudangta Arianti Sembiring Psi, mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan proses pembelajaran bagi sang buah hati.
"Pertengkaran anak merupakan proses belajar sosial bagi anak. Baik dalam kehidupan saat ini maupun di masa yang akan datang," kata Rudangta, psikolog yang concern di bidang psikologi anak ketika dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Rabu (19/3/2008).
Menurutnya, perbedaan atau ketidaksesuaian merupakan sesuatu yang ada dan akan selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam satu keluarga, pertengkaran acap terjadi untuk melatih seseorang bertoleransi.
"Hal ini harus diajarkan mulai dari usia dini. Seperti ketika berebut mainan, sebaiknya dibiarkan karena pada usia dewasa hal itu dikategorikan sebagai perebutan kekuasaan," terang almamater Universitas Padjajaran itu.
Menurut ibu satu orang puteri ini, pertengkaran anak sebaiknya disikapi secara positif. Karena dengan begitu akan membentuk pribadi yang dapat bertoleransi, tenggangrasa, maupun mampu menghargai orang lain. "Seperti contoh ketika anak berebut mainan akan mengajarkan kemampuan untuk saling berbagi," bebernya.
Tak hanya itu saja, lanjut Rudangta, mendidik anak mulai dengan menerapkan hal-hal kecil merupakan kesempatan orangtua untuk melatih anak memiliki keterampilan sosial yang bermanfaat di masa yang akan datang.
Adapun langkah yang dapat ditempuh ketika anak bertengkar dengan sesamanya ialah bersikap obyektif. Yaitu dengan cara membiarkan dan memerhatikan apa yang tengah terjadi. Namun, bila pertengkaran yang terjadi semakin memanas hingga menjurus pada kekerasan, maka segera ambil tindakan dengan memisahkan mereka.
"Jika anak sudah saling memukul atau saling mencakar, segera hentikan, dan suruh untuk saling minta maaf. Jika mereka melakukannya lagi, berikan hukuman seperti tidak boleh nonton film kesukaannya atau tidak boleh bermain di luar bersama teman-temannya," ungkap staf pengajar di Universitas Kristen Satya Wacana itu.
Masih menurutnya, kondisi salah satu orangtua yang mencoba untuk memisahkan anak, kadang tidak diikuti dengan pihak yang lain. Bila hal itu terjadi, maka Anda perlu saling bertoleransi untuk mengalah. "Kalau salah seorang pasangan tidak mengerti pada pihak yang lain untuk menyelesaikan masalah. Jadi jangan sampai ikut berantem di depan anak," imbuhnya.
Sementara itu, bila hal ini terjadi pada orangtua lain, maka kerja sama yang harus saling diterapkan. "Yang susah bagaimana kerjasama dengan orangtua lain karena biasanya memiliki norma yang belum tentu sama. Salah satu bentuk kerja sama itu adalah dengan saling bergantian ketika memainkan sesuatu," pungkasnya. Bagaimana, mudah kan?
(mbs)
0 komentar:
Posting Komentar