STRES pada orangtua berisiko membuat anak rentan terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh. Apa sebabnya?
Sudah menjadi rahasia umum bila tingkat stres yang berlebihan bisa mengubah sistem kekebalan tubuh seseorang dan menyebabkan berbagai infeksi yang menimbulkan penyakit.
Sekarang ada fenomena baru yang ditemukan para ilmuwan dari Universitas Briston dan Universitas Rochester di Inggris. Stres yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, ternyata bisa berdampak kepada orang lain, misalnya dari orangtua kepada anaknya.
Penelitian yang dipimpin Dr Mary Caserta ini melibatkan orangtua dari 169 anak yang dilakukan selama tiga tahun. Lalu, Caserta menganalisis data kesehatan anak-anak tersebut setiap enam bulan. Hasilnya diketahui bahwa orangtua yang mengalami tingkat stres berlebihan secara signifikan berdampak pada kondisi kesehatan anak-anaknya. Salah satunya sistem kekebalan dalam sel darah pada anak mengalami penurunan berarti bila tingkat stres pada orangtuanya meningkat.
Para peneliti berharap dengan penelitian ini, para orangtua bisa mengelola stres sebaik mungkin bila kesehatan anaknya menurun. Sebab, dalam penelitian ini ditemukan adanya kaitan yang kuat antara stres orangtua dan menurunnya kekebalan tubuh pada anak. Meski demikian, para ilmuwan meminta orangtua tidak terlalu khawatir dengan penemuan ini. Sebab, anak-anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang mudah beradaptasi dengan keadaan di sekitar sehingga tak terlalu rentan terhadap berbagai penyakit.
Dr David Jessop dari Universitas Briston menyatakan, meski stres pada orangtua bisa mempengaruhi kesehatan anak, belum diketahui secara pasti periode "penularannya" dan bagaimana sistem kekebalan anak kembali normal. Namun, tak ada salahnya bagi orangtua mengelola stres secara baik.
"Penelitian ini sangat baik karena bisa membuat orangtua waspada. Sebab, tingkat stres yang mereka alami bisa mempengaruhi anak-anaknya. Meski begitu, saya percaya anak-anak bisa mereduksi berbagai efek negatif dari luar dan sistem kekebalan tubuhnya bisa normal kembali," jelas Jessop.
Pendapat Jessop pun didukung Dr Kerry Ressler,peneliti dari Universitas Emory, Amerika Serikat (AS). Menurut Ressler, beberapa orang, termasuk anak-anak, bisa pulih dari post-traumatic stress disorder (PTSD) karena memiliki gen khusus yang berbeda.
Berdasar penelitian yang melibatkan 900 remaja itu, skor remaja yang memiliki variasi gen khusus berpeluang untuk pulih dari PTSD mencapai 31. Berbeda dengan skor remaja yang tak memiliki variasi gen yang hanya 13.
"Dari penelitian ini kami mengetahui bahwa masa pertumbuhan anak-anak ketika otaknya masih dalam pertumbuhan mampu mengembangkan sistem respons terhadap stres. Hal itu membuat terbentuknya gen khusus yang membuat mereka bisa pulih dari PTSD," jelas Ressler.
Hal serupa pun diungkapkan Karestan Koenen, psikolog dari Universitas Harvard. Menurut Koenen, para remaja memiliki gen khusus menghadapi stres biasanya terbentuk karena sering mengalami tindak kekerasan saat kecil.
"Kami berhasil mengidentifikasikan hal itu setelah selama satu dekade melakukan penelitian. Gen khusus itulah yang memegang peranan penting pada remaja untuk mengatasi PTSD. Namun, kami belum terlalu sukses untuk mengidentifikasikan varian gen ini," tandas Koenen.
(Sindo Sore//tty)
0 komentar:
Posting Komentar