Si 2 Tahun Tak Menghargai Orang Lain
Orang tua seringkali dibuat pusing oleh sikap anak yang sulit diajar untuk menghargai orang lain. Bagaimana cara tepat melakukannya?
Hans Grothe , penulis rubrik khusus pengasuhan anak majalah Eltern di Jerman dan pakar perkembangan anak, mengkritik pola pengasuhan yang selama ini diterapkan orang tua. Pola pengasuhan ini terlalu menekankan pada nilai-nilai seperti kemandirian, rasa percaya diri dan kemampuan untuk berprestasi yang notabene berpusat pada diri sendiri. Oleh sebab itu seringkali nilai altruistic, mementingkan orang lain, terabaikan. Bukankah nilai ini penting pula dalam pembentukan diri anak sebagai pribadi yang utuh?
Jangan jemu mengingatkan
Apakah perilaku yang altruistik seperti fair , sopan, berempati, berbagi dan membantu orang lain harus dipelajari anak dengan mendengar penjelasan orang tua seiring mulainya si kecil mengenal sosialisasi? Bagaimana jika orang tua sudah memberi contoh perilaku yang altruistik itu dalam kesehariannya? Tidakkah ini cukup?
Grothe berpendapat tidak demikian. Menurutnya, model perilaku memang penting dalam pembentukan diri si kecil. Tapi, orang tua masih punya tugas lain, yaitu tidak jemu menerangkan dan menerangkan kembali alasan mengapa nilai seperti sopan santun, sikap fair , dan perhatian pada orang lain perlu dilakukan.
Mengapa demikian? Tanpa menerangkan, orang tua seolah-olah memberikan lampu hijau pada kesalahpahaman yang dialami anak dalam interaksinya sehari-hari. Bukan tidak mungkin si kecil merasa kecewa bila harus, misalnya, berbagi tanpa tahu untuk apa sebenarnya ia melakukan hal itu.
Dasar berkomunikasi
Nilai altruistik perlu diwujudkan dengan kata-kata, seperti ucapan “terima kasih” atau “tolong” saat meminta bantuan. Menurut pakar perkembangan ini, kata-kata tersebut lebih dari sekadar ungkapan sopan santun, namun merupakan awal pemahaman tentang komunikasi.
Si kecil perlu tahu bahwa perasaan tak cukup disimpan di dalam hati. Perasaan perlu diungkapkan. Di kemudian hari keterampilan ini akan sangat bermanfaat dalam setiap hubungan yang dijalinnya. Banyak sekali hubungan yang mengalami kegagalan karena orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak mampu mengartikulasikan perasaan yang dialami.
Namun, apakah orang tua perlu memaksa anaknya berperilaku sopan? Kepandaian Anda membaca situasi dan suasana hati si kecil perlu diandalkan. Misalnya, si kecil Alan enggan minta tolong pada temannya dengan mengatakan, “Tolong dong ambilkan mobil-mobilan itu”, tapi malah terus menunjuk pada mainan yang dikehendaki dengan wajah ketus. Nita, sang ibu, yang merasa yakin Alan tidak akan mengucapkan kata-kata itu, dengan nada humor mengatakan pada temannya, ”Alan minta tolong diambilkan mainan itu, tapi suaranya kecil sekali sampai enggak kedengaran”.
Anda memang tak perlu memaksa buah hati Anda mengungkapkan kata-kata atau perilaku yang menunjukkan kesopansantunan. Yang penting, Anda konsisten dengan nilai yang ingin diterapkan.
Eleonora Bergita
Label:
Perilaku Anak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar