Mati Deh!...Bila si Kecil Kecanduan Computer Games
Waspada jika anak terlalu asyik bermain electronic games, jangan sampai ia kecanduan. Ini bisa berdampak negatif pada tumbuh-kembangnya.
Sesampai di rumah, Albi (4,5 tahun) segera menuju ruang keluarga untuk bermain playstation . Tak berapa lama ia tenggelam dalam keasyikannya bermain. Seruan ibunya untuk minum susu, makan siang dan beristirahat, seperti tak didengarnya.
Alvin dan Wina, orang tua Albi, tak bisa berbuat banyak terhadap putra semata wayangnya. Kesibukan di luar rumah membuat pasangan muda ini tak bisa total mengawasi Albi di rumah.
Sesungguhnya, kalau mau jujur, Alvin dan Wina paling tidak untuk sesaat, sangat tertolong dengan adanya perangkat permainan elektronik ini. Kalau sudah asyik bermain, Albi tidak rewel dan tak bersikap manja pada kedua orang tuanya. Tapi, tentu ada beberapa dampak negatif yang harus diwaspadai dengan fenomena ini.
Membuat ketagihan
Perangkat electronic games seperti computer games, handheld atau portable game dan playstation , diciptakan untuk menjadi teman bermain anak (dan juga orang dewasa) yang menyenangkan. Efek grafis, animasi dan suara mereka semakin hari semakin luar biasa, dan makin mendekati realitas.
Umumnya game pun sudah semakin interaktif, sehingga para pemain bisa saling berlaga di Internet. Lebih lagi, permainan ini, umumnya selalu memompa rasa penasaran dan kompetitif yang semuanya menggenjot adrenalin sang pemain.
Games yang cenderung popular juga sarat adegan kekerasan, seperti tembak-menembak, pemboman, perkelahian, dan lainnya. Efeknya jelas, orang bisa amat ketagihan, kurang bergerak fisik dan bahkan mungkin jadi agresif, dan kurang sensitif terhadap kekerasan.
Dan dunia ini sudah diwabahi fenomena kecanduan games . Termasuk Indonesia. Tanya saja pada anak-anak apa itu “Ragnarok”. Dengan merebaknya piranti lunak bajakan dan warnet di berbagai lokasi, mudah bagi anak-anak – atau pun ayahnya – jadi ketagihan. Perlu dicatat, fenomena ini biasanya lebih menimpa anak laki-laki atau pun pria dewasa.
Ria Myriam (32 tahun) mengalami kesulitan memisahkan putra bungsunya, Daffa (5 tahun), dengan electronic games . Ria awalnya menolak membelikan playstation buat si kecil, karena tidak suka dengan sifat gamenya yang sarat kekerasan.
Ternyata, Daffa dapat segera menemukan alternatif. Ia terkespos dengan games berbasis komputer dan internet dari kakeknya sendiri. “Saat melihat kakeknya asyik bermain games di komputer. Ia langsung bertanya-tanya tentang permainan ini pada kakeknya. Di rumah, Daffa bisa menyalakan komputer sendiri, lantas main games dari permainan kartu hingga tembak-tembakan,” cerita Ria.
“Kalau sudah asyik main games di komputer, Daffa susah disuruh makan atau beristirahat. Sampai-sampai, saat kami sekeluarga bepergian, pasti Daffa kepingin cepet-cepet pulang karena ingin segera main games, ” ungkap Ria.
Lain dengan Diandra (4 tahun), anak kedua Indra Ilyas (36 tahun) mengenal permainan elektronik ini dari sang kakak, yang juga gemar memainkan perangkat ini. “Dari usia sekitar tiga tahunan, Adel (panggilan kesayangan Diandra- Red .) biasa bermain portable game boy . Karena ringan dan mudah dibawa ke mana-mana, Adel jadi leluasa bermain di mana saja,” ujar Indra.
Negosiasi
Ada beberapa dampak negatif – yang sebernarnya bisa ditebak -- yang kemungkinan besar akan terjadi bila balita Anda ketagihan games . Pertama, ia akan pasif secara fisik dan kedua, social skill -nya pun menjadi kurang terbina. Biar bagaimana pun, anak-anak harus aktif bergerak dan berinteraksi dengan anak lain.
Menurut psikolog pengembangan Dr . Hera Mikarsa dari Universitas Indonesia, kuncinya ada pada orang tua. Anda lah yang pertama kali membelikan mereka perangkat bermain ini, apakah itu konsol playstation atau pun komputer.
Karena itu, seharusnya Anda pulalah yang dari awal menetapkan aturan kapan si kecil bisa bermain, kapan harus berhenti, atau, kalau perlu, juga pilihan jenis game nya. Pendeknya, Andalah yang menentukan proses negosiasi dengan si buyung yang ingin terus bermain di kamar dengan peralatan tersayangnya itu.
Ini misalnya dilakukan Indra. “Biasanya saya memilihkan jenis permainan yang bukan fighting games namun adventure games atau racing. Dengan demikian, sambil bermain anak-anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan melatih daya ingat. Dalam memilih jenis permainan ini, saya biasanya mencari tahu melalui majalah games lokal, mana permainan yang sesuai untuk anak-anak saya,” ujar Indra.
Ria juga berusaha memantau apa yang dilakukan Daffa di komputer kesayangannya. “Saya memang tak bisa melarang Daffa berhenti bermain komputer. Tetapi saya berusaha memantau Daffa dan kerap menyarankan dia bermain menggunakan program paint di komputer. Di sini ia bisa menggambar dan tak bermain tembak-tembakan atau bermain kartu melulu,” lanjut Ria.
Dan sikap seperti itu dianjurkan Hera, psikolog dari UI itu. “Bila orang tua terlalu membebaskan anak bermain electronic games , anak bisa enggan belajar, enggan bersosialisasi, memiliki ambang yang rendah dalam pengendalian diri, serta dikhawatirkan melakukan proses imitasi tokoh games tersebut,” ungkap Hera.
Sebaliknya, pengaruh sehat terjadi bila orang tua tetap memantau dan konsisten dalam hal waktu bermain. “Anak jadi lebih mahir berkonsentrasi, mengasah daya ingat, dapat melakukan satu hal dengan penuh perhatian dan juga tahu kemajuan teknologi,” ujar Hera.
Cherry Riadi Lukman(ayahbunda)
Label:
Kebiasaan buruk
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar